Merubah Perilaku Melalui Self-Hypnosis

Ketika ditawari untuk mengikuti pelatihan self-hypnosis, saya langsung membayangkan atraksi seorang pria dalam sebuah acara televisi, bagaimana ia "memantrai" orang untuk mengikuti perintahnya. Selain itu kata hipnotis juga sering mengingatkan saya pada aksi kejahatan bermodus penipuan.

Selama ini kata hipnotis memang sering dikonotasikan dengan kemampuan untuk mempengaruhi orang lain, dan kemampuan seperti itu sering dipakai untuk hal-hal negatif. Padahal jika digunakan dengan benar, hipnosis bisa membantu seseorang mengarahkan pikirannya ke arah positif guna peningkatan kualitas diri. Karenanya, kini banyak eksekutif yang tertarik mendalami ilmu self-hypnosis untuk pengembangan karirnya.

Self-hypnosis secara garis besar memiliki arti proses penanaman nilai baru ke dalam pikiran oleh diri sendiri untuk menghilangkan perilaku lama dan menghasilkan kondisi baru yang positif dan dikehendaki. Lewat penanaman nilai baru (sugesti) tersebut, kita akan diarahkan untuk berpikir positif.

Menurut Iwan Toruan, praktisi hypnosis, sistem yang dipakai untuk hypnosis dalam dunia bisnis adalah sistem fly high yang bertujuan untuk mengeksploitasi potensi kekuatan diri dengan self-hypnosis.

"Istilah fly high sebenarnya dipakai dalam dunia human resources untuk menggambarkan fenomena orang yang karirnya cepat menanjak dalam sebuah perusahaan. Pada dasarnya setiap orang berpotensi menjadi seorang high flyer, tapi ada kendala-kendala dalam diri yang tidak mereka sadari," papar Iwan.

Untuk mengatasi hambatan mental itulah digunakan keterampilan hipnosis yang nantinya akan menimbulkan motivasi dan kepercayaan diri seseorang. "Tujuan utama dari pelatihan self-hypnosis adalah membantu karyawan mencapai kinerja terbaiknya," tambah Iwan.

Keadaan hypnostate

Dijelaskan oleh Iwan, sebelum menanamkan sugesti, seseorang terlebih dahulu harus berada dalam kondisi hypnostate, yakni suatu kondisi di mana manusia cenderung lebih mudah menerima saran-saran yang dapat berubah menjadi nilai-nilai baru. "Singkatnya hypnostate adalah kondisi di bawah alam sadar," ujarnya. Hypnostate bervariasi untuk setiap situasi dan kondisi, dari mulai tingkat sugestif ringan hingga sugestif ekstrem, tergantung kepada kemampuan seseorang untuk dihipnotis (hypnosability).

Seseorang yang berada dalam kondisi alpha dan theta, ia akan mudah dihipnotis. Untuk mencapai kondisi ini, tubuh dan pikiran harus berada dalam kondisi rileks dan gelombang otak tenang. "Orang yang sering melakukan meditasi sangat mudah masuk ke dalam kondisi theta ," kata Iwan. Sedangkan kondisi beta (sadar) dan delta (normal sleep) adalah kondisi yang tidak bisa dihipnosis (non sugesti).

Menurut Iwan, pikiran kita terbentuk lebih banyak karena kontribusi bawah sadar (88 persen). Untuk menimbulkan kondisi yang baru pikiran bawah sadar tadi harus diprogram ulang kepada hal baru yang lebih sehat, caranya tentu saja dengan terapi hipnosis. "Pada dasarnya pikiran bawah sadar memilikis sifat menerima (reseptif)," tambahnya.

Inti dari proses hipnosis adalah merasa rileks, memusatkan perhatian pada satu objek dan merasakan sensasi di tubuh. Setelah kita masuk ke bawah sadar, kita bisa mulai memasukkan sugesti ke dalam pikiran, misalnya kita ingin lebih giat bekerja, ingin bangun lebih pagi, atau berhenti merokok. Setelah proses memasukkan sugesti terakhir adalah secara berangsur-angsur kembali ke pikiran sadar. Jika kita sudah terampil melakukan self-hypnosis, kita bisa melakukannya di mana saja, misalnya sambil duduk saat merasa stres dan lelah akibat pekerjaan kantor.

Sumber : kompas.com